welcome to my blog

when you open my blog, and you read ..please comment here friend

Powered By Blogger

Senin, 23 April 2012

Perjuangan Kartini, semoga kita tidak salah memaknainya

Perjuangan Kartini, semoga kita tidak salah memaknainya Suatu pagi minggu, seperti biasa saya dan keluarga jalan pagi mengelilingi lapangan Moerdjani, satu-satunya tempat yang luas, yang dimiliki kota kecil ku Banjarbaru. Tempat dimana warga Banjarbaru bertemu, berolahraga, bersantai, dan wisata kuliner. Ada sekelompok gadis berkerudung yang membawa setumpuk kertas berpita merah muda. Kertas itu dibagi-bagikan kepada orang-orang yang lalu lalang di depan mereka.. tak terkecuali saya juga mendapatkannya... awalnya saya kira itu hanya brosur yang mengiklankan sesuatu..karena hampir setiap hari minggu saya mendapatkan brosur-brosur iklan ketika berolahraga di sana. Sesampai di rumah baru saya baca, apa isi brosur itu... ternyata bukan iklan atau sejenisnya, melainkan tentang kisah-kisah kartini, pahlawan wanita pejuang hak-hak kaum hawa....upss..aku baru teringat bahwa saat itu adalah bulan april, di mana bulan ibu kita kartini di lahirkan. Kubaca pelan-pelan selembar kertas yang berisikan kisah-kisah dan isi surat-surat kartini kepada sahabat-sahabatnya di luar negri, diantaranya Stella, Ny Ovinksoer, E E Abendanon dan prof Anton. kesemuanya berdomisili di holland, Belanda. Sungguh saya terkesima ketika membaca isi surat kartini kepada sahabat-sahabatnya tersebut, mengaggumi isi pikirannya di zaman itu, dimana semuanya serba terbatas, jauh dari tekhnolgi canggih, tetapi gelora jiwanya tak terbendung untuk mengetahui segala hal, untuk memperbaiki segala yang dianggapnya tidak sesuai pada tempatnya, namun semua itu tetap dituturkannya dengan santun sebagaimana halnya tutur kata wanita jawa, yang notabene memang terkenal halus dan penuh adab kesopanan. Ada satu surat kartini yang ditujukan kepada profesor Anton dan nyonya, yang isinya sangat menarik perhatian saya, dan mengubah apa yang ada di isi kepala saya selama ini, surat itu di tulis pada tanggal 4 oktober 1902. "Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami meninginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dala m perjuangan hidupnya. Tapi kami yakin akan pengaruhnya besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri kedalam tangannya: menjadi ibu pendididk, pendidik manusia yang pertama-tama" Sungguh terkesima saya membaca isi pikiran kartini, berarti selama ini saya salah memaknai arti perjuangan kartini, yang isinya saya pikir hanya emansipasi, emansipasi dan emansipasi.Menuntut persamaan hak antara kaum wanita dan kaum pria. Betapa menyadarinya kartini bahwa kodratnya sebagai wanita adalah pemberian Allah yang haqiqi,yang tidak bisa ditukar-tukar dengan kodrat pria. Kartini justru sangat tahu bahwa wanita sangat di muliakan oleh Allah SWT dengan kewajiban dan peran-perannya dalam kehidupan ini, yaitu mendididik anak-anak, mendidik generasi berikutnya, agar menjadi generasi yang baik, yang mumpuni, yang berakhlak mulia. Subhanallah, kartini benar-benar cermin dimana wanita indonesia harus berkaca. Apakah selama ini kita salah memaknai perjuangan ibu kita kartini?, jawabannya ada pada diri anda. Betapa banyak kita melihat, membaca dan mendengar kerusakan akhlak, etika, moral pada anak-anak kita sekarang ini, dan kita tenang-tenang saja mendengarnya, tidak risau, tidak galau. sungguh kalau seorang ibu tidak merasa gelisah mendengar, melihat dan membaca fenomena seperti ini, maka perlu dipertanyakan naluri keibuannya. Kemana ibunya ketika anak-anak kita menjadi liar, masabodoh dan anarkis. Ketika ditanya tentang tanggung jawab atas semua itu, dengan mudahnya kita menjawab, "saya kan bekerja, cari nafkah toh untuk mereka juga", berlindung dengan tameng bekerja, cari nafkah atau kegiatan sosial yang cukup menyita waktu seorang ibu untuk pembenaran-pembenaran yang semu. Tak ada yang salah dengan wanita bekerja, tidak ada pula yang keliru ketika seorang ibu mencari nafkah untuk anak-anaknya, tak ada yang melarang kita melakukan kegiatan sosial, karena itu pun merupakan sesuatu hal positif. tetapi rasanya kita perlu menimbang-nimbang ketika kita bekerja, kemudian ada nilai nominal yang kita dapat dan kemudian ada nilai yang tak ternilai lepas dari genggaman kita, kira-kira kita memilih yang mana?. bekerja,mencari nafkah, kegiatan sosial dengan alasan eksistensi, sepertinya perlu dikaji ulang. letakkan semuanya dengan skala prioritas. Ketika kita protes dengan keadaan,setelah kita bersusah payah sekolah tinggi-tinggi, kemudian "hanya" menjadi ibu rumah tangga "biasa". Apakah kita yang menyandang IRT, kemudian merasa terpuruk? mulai sekarang marilah kita rubah mindset kita tentang "hanya menjadi ibu rumah tangga". Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena apa, karena dengan ilmu pengetahuan, maka kita menjadi pandai, termasuk pandai menjadi manajer rumah tangga, mendidik anaka-anak kita, menjadi ahli keuangan rumah tangga, sehingga sebuah organisasi kecil kita, yaitu rumah tangga menjadi rapi dan teratur. Pada saat penghasilan suami sedikit, maka seorang ibu yang dibekali ilmu pengetahuan akan berusaha mencukup-cukupkannya, begitu pula ketika penghasilan suami kita berlebih, maka seorang ibu yang berpengetahuan tidak akan menjadi boros,karena ia tahu apa sebenarnya yang harus ia beli dan tidak perlu ia belanjakan. kelihatannya sepele, tapi ketika kita praktekan tidak semudah apa yang saya tulis saat ini. Jadi tidak ada kata sia-sia, ketika kita sudah mencapai berbagai macam gelar pendidikan, kemudian Allah "hanya" menakdirkan kita menjadi ibu rumah tangga. Betapa ruginya, ketika kita sudah menyandang gelar ibu rumah tangga, tetapi kita tidak pandai menjadi manajer rumah tangga yang handal. Ada suatu kalimat yang harusnya memotivasi ,membuat kita para ibu bersemangat menjalani profesi yang sangat mulia ini, "dibalik kesuksesan seorang suami, ada seorang wanita hebat dibelakangnya. Dibalik keberhasilan anak-anak kita ada seorang ibu yang luar biasa yang senantiasa selalu menyiapkan segala keperluan mereka, memasakkan masakan yang sederhana namun penuh gizi, tidak hanya asupan gizi untuk fisik mereka, tetapi juga asupan gizi untuk jiwa mereka. dengan kasih sayang, dengan belaian yang tulus, dan do'a-do'a yang dilantunkan seorang istri dan seorang ibu di dalam helaan nafasnya dalam untaian kalimat panjang yang tulus dan ikhlas disetiap ujung sajadahnya, dengan deraian air mata cinta. sungguh, seharusnya kita bangga menjadi ibu rumah tangga yang pandai, karena kita bukan ibu rumah tangga biasa, melainkan ibu rumah tangga yang kaya ilmu. Kembali kepada tema artikel ini. “Melanjutkan Perjuangan Kartini di Masa Sekarang.” janganlah diartikan bahwa melanjutkan perjuangan kartini itu harus dengan bekerja, harus aktif kegiatan ini dan itu, harus keluar rumah. sungguh sangat sempit kalau kita punya mindset seperti itu. Betapa banyak suami dan anak-anak yang berhasil, justru karena kita tidak bekerja. Tulisan saya ini sama sekali tidak ada maksud mendiskreditkan wanita-wanita yang bekerja, saya hanya ingin membesarkan hati teman-teman yang sudah sekolah tinggi-tinggi namun takdir menuliskan kita menjadi ibu rumah tangga. Maka syukurilah, nikmatilah, dan berusahalah menjadi manfaat bagi semua orang, karena menjadi ibu rumah tangga bukan menjadi halangan kita untuk berguna dalam hidup ini, terutama untuk orang-orang disekeliling kita, orang-orang yang kita cintai. Ketika saya menulis artikel ini, saya membaca sebuah komentar pada sebuah status facebook yang sedang memperdebatkan apa sih sebenarnya yang diperjuangkan kartini untuk kaumnya. komentar ini ditulis oleh ibu Dewi Ika, "Sudah baca sampai selesai "Habis Gelap Terbitlah Terang"?...Baca deh. Aku sudah baca. dan justru aku malah berhenti kerja dan bangga menjadi IRT yg bekerja dari rumah. Kalaupun ada mimpi wanita bisa jadi dokter,adalah karena banyak wanita jamannya meninggal karena melahirkan.Jadi tujuan utama sekolahnya bukan karena menuntut wanita berhak kerja luar,tapi lebih untuk membantu wanita lain.Pun upayanya meminta wanita boleh sekolah, Kartini lebih melihat ada perkara2 lelaki yang sebenernya wanita bisa membantu asal dia pintar. Dia melihat negerinya perlu maju.dan perempuan bisa jadi patnernya. Lagi tujuan utamanya bukan semata hak sama dg lelaki,tapi lebih untuk bersama lelaki bekerja sama sbg patner. Tentang pernikahannya, itu karena sayang dan hormat dan baktinya sama orang tua,bukan karena "kalah" dg tradisi. Pilihan dengan suaminya yg jauh lebih tua,karena jaman itu tak banyak lelaki yang membolehkan wanita mengejar mimpinya selain cuma perabot rumah. Hanya suaminya saja saat itu lelaki yang berpikiran terbuka. Kartini boleh sekolah dan membuat sekolah untuk menjadikannya menjadi IRT yang pintar,bukan semata wanita yg pintar. Wanita yg pintar untuk menjadi PATNER lelaki,bukan semata sama hak dg lelaki. Aku sekolah tinggi2 nanti,bukan untuk hak mengejar karir tapi untuk bisa mengajar anak2 Indonesia minimal anak2ku dan jadi teman berbincang yg sejajar ilmunya sama suami. Ngak cuma ngomongin harga cabe,kenaikan belanjaan dsb. Dari situ kuberhenti kerja saat anak2 kecil,en baru kerja lagi sth anak2 gede en mandiri...Wanita pintar perlu, tapi ISTRI dan IBU pintar diperlukan negeri ini,terutama saat ini. Dari buku itu,malah aku iklas melepas pegawai negeriku yang menjauhkan aku dari patner lelaki dalam meneruskan dan menjaga generasi...dan bangga jadi IRT kerja dari rumah, dan banga memilih jadi pengajar anak negeri" Akhirnya saya kepikiran untuk membaca buku tersebut, tapi koq ga dapat-dapat ya? tapi setidaknya dari komentar ibu Dewi Ika sepertinya saya sudah bisa menangkap apa sebenarnya isi dari buku yang fenomenal tersebut. Ditambah dengan isi surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di holland bahwasanya keinginan kartini tidak seperti yang kita kira selama ini, wanita "segarang", semandiri apapun tetap wanita yang diberi lebih banyak estrogen (hormon kewanitaan) yg lebih banyak daripada lelaki...Tujuan RA.Kartini dulu bukan untuk menjadikan wanita perkasa lepas kendali bak kuda liar, tapi untuk bisa bangga pada dirinya sehingga siapapun bisa menghargainya sebagai manusia,tak terkecuali kaum laki-laki. Diakhir tulisan saya yang sederhana ini, saya ingin mengajak kaum yang berhati lembut ini, mengintropeksi diri kita masing-masing, sudahkan kita berperan sebagaimana yang telah menjadi qodrat Allah Subhana Wata Alla untuk diri kita. Suatu saat kita akan melihat mata orang-orang terkasih memandang dengan penuh bangga kepada kita, bukan karena kita tampil di media-media massa sebagai wanita karier yang hebat, tetapi sebagai seorang ibu yang mempunyai semangat ketika dia menasbihkan dirinya menjadi seorang ibu,mama, umi, bunda,uma, simbok, ambu, andung, atau apalah lagi sebutan untuk orang yang rela berkorban mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, membesarkan dan mendidik mereka dan menjadikan manusia-manusia yang memang patut dibanggakan, karena mempunyai adab ,sopan santun, beretika, dan berakhlak mulia. Janganlah kita hanya menjadi seorang ibu biologis bagi mereka, yang tak pernah menyuapi jiwa-jiwa mereka dengan asupan-asupan makanan kasih sayang dan cinta kasih, sehingga kita menemui diri kita menangis disudut ruang karena menyesal telah kehilangan fase-fase dimana kita diperlukan oleh mereka. “Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba artikel hari Kartini Salimah Banjarbaru (KalSel).” Nama : Endang suhartiningsih / http://facebook.com/eenmarsudi Alamat : Jalan raya Aries no 15. Rt 44/Rw 08 Komplek Bumi Cahaya Bintang Banjarbaru, 70714 Tempat/tanggal lahir : Banjarmasin/20 maret 1970 No Hp : 081348658442 No Flexi : 0511 7406966 No Tlp Rumah : 0511 478956 Email : murjani.tectona@ymail.com endang_marsudi@yahoo.co.id endang.marsudi@gmail.com • blog/website : http://endangmarsudi.blogspot.com