Sebagai manusia kadang kita merasa bahwa apa yang kita dapatkan di dunia ini adalah hasil kerja keras kita semua, atau hasil dari ibadah kita yang kita laksanakan secara sungguh-sungguh untuk mengabdi kepada Allah SWT. harta, pendidikan, kesehatan, jabatan, kepopuleran. padahal sesungguhnya bukan karena itu semua. karena orang-orang non muslim pun mendapatkannya, tanpa mereka harus bersusah payah melakukan sholat, puasa, zakat dan tanpa iman kepada Allah.
jadi apa sebenarnya yang telah berlaku bagi kita adalah karena atas rahman dan rahimNya Allah kepada kita. Karena kita melakukan semuanya berdasarkan iman kepada Allah. itulah yang membedakan kita dengan orang-orang non muslim
Marilah mulai sekarang kita meluruskan segala pemikiran yang agak narsis, mengklaim diri kita paling sempurna, paling dekat dengan Allah SWT. sehingga Allah memberikan segala-galanya bagi kita. Tapi yang terpenting dari semua itu, adalah bahwa kita selalu menanamkan di hati kita bahwa Allah lah yang berkuasa atas diri kita, karena kita tidak memiliki apa-apa termasuk nyawa kita sendiri. jadi jangan lah sombong atas apa yang Allah karuniakan kepada kita..
seandainya apa yang terjadi atas diri kita, adalah atas apa yang kita lakukan selama ini, maka tidak ada yang namanya seorang dokter sakit tidak ada Psikolog yang punya masalah. Karena semuanya bisa kita atasi, dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki, dengan skill yang kita punyai. Tetapi ternyata tidak demikian...semua manusia yang masih hidup di dunia ini pastilah memiliki masing-masing masalah, yang membedakan hanya cara kita menyelesaikan masalah tersebut, dengan bijaksana, atau dengan gegabah.
Sebuntu-buntunya jalan, kita masih punya Allah yang bisa kita ajak berdialog, selama engkau masih percaya dengan kekuatan do'a, maka sisihkanlah waktumu untuk meminta apa saja kepada sang maha pemberi. Kadang orang lupa atau malas berdo'a karena kita meminta kepada yang tidak kelihatan mata, kepada yang ghaib...tetapi zat yang tak terlihat mata itulah sebenar-benarnya yang memiliki janji yang tak pernah ingkar.
Betapa banyak do'a yang kita ucapkan setiap saat, selesai sholat atau di saat kita dalam keadaan terhimpit derita yang seolah-olah tak berujung. Tapi tahukah kita bahwa inti dari do'a itu sebenarnya adalah bukan isi do'a nya, bukan apa yang kita pinta. Tetapi lebih kepada bahwa kita menjaga dialog kita dengan Allah, bahwa kita dhaif, lemah, tiada daya. dengan do'a menunjukkan bahwa kita sangat tergantung kepada Allah, kita bukan siap-siapa, kita hina. Maka Allah lah yang mengangkat kehinaan kita kepada kemuliaan, Allahlah yang yang merubah kelemahan kita menjadi kekuatan.
Jadi apabila kita sombong , berarti kita salah alamat, karena Allah tidak akan bertemu dengan hambaNya yang di hatinya ada sifat sombong, walaupun itu hanya sebesar biji zarrah.Nauzubillahiminzalik.
Lalu apa alasan kita untuk tidak berdo'a kepada Allah? Karena dengan "berbicara" kepada Allah, akan merubah sesuatu tanpa kita sadari, merubah yang bimbang menjadi yakin, yang lemah menjadi kuat, yang takut menjadi berani dan yang berat menjadi ringan. Bahwa akan kita akui berdo'a dengan kesungguhan hati akan menggetarkan sukma, meneteskan air mata kelegaan, dan kepasrahan pada titik yang tertinggi. Sehingga dengan ucapan yang lirih kita mendapatkan kekuatan yang tidak kita dapatkan dari suplemen manapun melainkan dari yang maha kuat.
Berdo'a lah, Tiada do'a yang tak di dengar Allah, kalaupun itu belum di ijabahNya, maka do'amu hanya di tunda atau di ganti, karena Allah maha mengetahui segala yang terlihat dan tersembunyi. Janganlah berputus asa mengharap Rahmat Allah..
Kamis, 15 April 2010
Selasa, 13 April 2010
Practice makes perfect
Semakin hari aku semakin menyadari bahwa tiadalah pernah rugi kalau kita selalu berbuat baik dan ikhlas. Apa saja, mulai dari hanya sebuah senyum (yang ternyata dampaknya sangat dasyat), sampai kepada pengorbanan harta benda, bahkan jiwa dan raga, yang di lakukan para pahlawan negri ini, semoga Allah menempatkan para shuhada negri ini pada tempat yang harum mewangi di beludru hijau syurga Nya. Amien YRA.
ada suatu ungkapan bahwa ikhlas adalah bagaikan semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam hari, intinya gelap, tidak kelihatan, maknanya.. bahwa apa pun yang kita lakukan apabila itu ikhlas maka ia tak akan terlihat, tak akan di ucapkan kembali, tak akan di ungkit-ungkit lagi, tak berkesan, hilang lenyap dalam rongga dada kita, tak menghimpit, tak sakit hati, nothing to loose. Bisakah kita demikian...?
ada kalimat dalam bahasa inggris yang berbunyi practice makes perfect, dengan latihan , maka akan membuat sempurna. Ternyata ikhlas juga perlu latihan, seperti atlet lari, yang harus latihan lari, atlet renang, harus latihan renang, kalo mau kaya, latihan jadi orang kaya..latihlah tangan anda menjadi tangan yang selalu berada di atas, latihan memberi, latih terus dan terus, sampai pada titik dimana hati kita tak berkesan apa-apa bila memberi sesuatu kepada orang lain yang memerlukannya. tak berkesan paling berjasa, tak berkesan kehilangan. semoga kita sampai pada titik puncak keikhlasan.
ada suatu ungkapan bahwa ikhlas adalah bagaikan semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam hari, intinya gelap, tidak kelihatan, maknanya.. bahwa apa pun yang kita lakukan apabila itu ikhlas maka ia tak akan terlihat, tak akan di ucapkan kembali, tak akan di ungkit-ungkit lagi, tak berkesan, hilang lenyap dalam rongga dada kita, tak menghimpit, tak sakit hati, nothing to loose. Bisakah kita demikian...?
ada kalimat dalam bahasa inggris yang berbunyi practice makes perfect, dengan latihan , maka akan membuat sempurna. Ternyata ikhlas juga perlu latihan, seperti atlet lari, yang harus latihan lari, atlet renang, harus latihan renang, kalo mau kaya, latihan jadi orang kaya..latihlah tangan anda menjadi tangan yang selalu berada di atas, latihan memberi, latih terus dan terus, sampai pada titik dimana hati kita tak berkesan apa-apa bila memberi sesuatu kepada orang lain yang memerlukannya. tak berkesan paling berjasa, tak berkesan kehilangan. semoga kita sampai pada titik puncak keikhlasan.
Kamis, 08 April 2010
25th years ago
Minggu, 7 april 1985, aku ingat betul, itulah hari dan tanggal pernikahan kakak tertuaku Ka Sari Mariani dengan Ka Didit ( Aliansyah Mahadi), itulah kali pertama abah dan ibu menikahkan anak nya, entahlah apa yang mereka rasakan, yang jelas pada saat itu aku tidak bisa memahami kesibukan mereka, belum bisa di ajak sharing. karena aku masih kelas 3 smp. yang terekam dalam ingatanku hari itu abah dan ibu gembira sekali, karena dapat menantu, satu anggota baru dalam keluarga kami.
Mengapa aku begitu mengingat hari dan tanggal tersebut, karena ada hal dalam sepenggal kisah itu yang sangat berpengaruh dalam merubah pandangan hidupku, tentang hidup dan kehidupan ini.
bahwa jodoh adalah anugrah dari sang pemberi, Allah SWT, jangan pernah kau berpikir untuk menyia-nyiakannya, apalagi mengkhianatinya. Bahwa hidup adalah bukan untuk menipu mata orang di sekitar kita, membuat mereka mengira-ngira siapa diri kita sebenarnya..alangkah nikmatnya kalau hidup itu apa adanya, tanpa topeng kepalsuan, akuilah..ini adalah kita, kita yang terlihat apa adanya, kita sebagai diri kita sendiri...bahwa janganlah kita menuntut apa yang pasangan kita tak mampu berikan, bahwa pernikahan bukanlah perkara yang gampang, gampang di ikat, mudah pula di lepaskan, bahwa selama aku melihat kehidupan pernikahan kakak tertuaku.. dapatlah ku simpulkan bahwa kebahagiaan itu datangnya dari diri kita sendiri, begitu juga dengan kesulitan.
Ternyata tidaklah mudah membangun sebuah rumah tangga yang hanya bermodalkan cinta, nekad, atau tempat perlarian semata. betapa ia butuh banyak pengertian, kepercayaan, kesetiaan, kelembutan dan ilmu agama yang mapan. Sempat takut memasuki gerbang pernikahan... karena betapa bisa di hitung dengan jari kebahagiaan yang di reguk mereka.. selebihnya hanya keluhan, tuntutan yang tak logis yang singgah dalam benakku sebagai seorang adik yang hanya bisa diam , tidak bisa menegur dengan kata-kata.
Kalaulah akhir dari sebuah perjalanan berumah tangga yang sudah di coba-dan di coba di pertahankan selama 16 tahun akhirnya kandas juga, itu bukan sesuatu yang mengejutkan buat kami, segala do'a dan usaha telah kami upayakan untuk mereka, tapi kaka selalu melemparkan jawaban bahwa jodohnya sudah habis, wallahualam, benar apa tidaknya, Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim telah menuntaskan kasih sayang yang ia tebar di muka bumi ini. Sungguh suatu pelajaran hidup yang sangat amat berharga bagi kami adik-adiknya untuk mengkaji dan memahami, bahwa sebuah perkawinan bukanlah sesuatu yang mudah untuk di pertahankan, begitu banyak yang harus di pelajari setiap hari, karakter pasangan kita yang kadang ada kejutan-kejutan, yang sebelumnya tidak pernah kita ketahui... di perlukan kesiapan mental yang luar biasa untuk menjadikan rumah tangga kita bisa bertahan di antara godaan-godaan baik dari luar maupun dari dalam diri kita.
Bagai sebuah cerita yang sudah kita ketahui akhirnya, perpisahan tidak pernah menyisakan kebahagiaan, anak-anak yang menjadi korban ke egoisan adalah korban yang terlihat pertama. sungguh ...pabila ku ingat semua itu.. hancur hatiku,remuk.. marah..tapi pada siapa? miris melihat dua keponakanku.. betapa kejam sebuah perpisahan, mengapa kalian hadirkan mereka ke dunia, kalau hanya untuk menyakiti hati mereka, kalian hancurkan harapan mereka... berat nafasku untuk mengingat semua itu... tapi peristiwa itu tak pernah bisa di delete dari memory otakku.
But life must go on. Allah maha penolong yang sebenar-benarnya penolong. Jalan hidup yang pahit dan getir mereka lalui dengan pengorbanan perasaan yang sampai kapanpun tak bisa kurasakan persis sama seperti mereka..karena alhamdulillah aku bukan anak korban perceraian. Ditahun ke 6 perpisahan mereka, di dalam kesendiriannya kakakku meninggal dunia....Ibarat sebuah cerita yang selalu berakhir dengan kesedihan... dan hanya berteman penyesalan. Kadang aku berfikir... siapa yang salah?...tak pernahkah sedikitpun ingin merubah nasib, hanya dengan mengenal Allah semuanya bisa berubah kearah yang jauh lebih baik..
Bukankah semuanya akan di mintai pertanggungjawaban di mahkamah Allah kelak... takutlah pada ancaman azab Allah, sebagaimana engkau bersemangat terhadap janji-janji Allah.
Begitu aku menganggumi sebuah keluarga yang bisa bertahan puluhan tahun, tetap rukun, akur, kompak, meski tak sering berjumpa... betapa senang aku mengadakan "wawancara kecil" kepada mereka.. dan yang paling sering kutanyakan adalah "berapa tahun sudah kalian mengarungi hidup bersama, bersama anak-anak, kemudian berdua kembali".. itulah mengapa ku tulis judul 25 tahun yang lalu. karena mungkin pada tanggal 7 April 2010 yang lalu apabila cerita nya tidak seperti yang ku uraikan di atas tadi mungkin kami sudah memberi selamat kepada perkawinan kakaku yang menginjak usia perak, tapi cerita nya tidak seperti apa yang ku khayalkan..
Itulah yang menginspirasiku untuk menulis ini, dan di awal tulisan yang ku sebutkan, bahwa ini yang akan merubah pandanganku tentang hidup dan kehidupan, betapa banyak aku belajar dari kegagalan , dari sebuah perkawinan yang begitu gamang akan tujuan. kesungguhan, mengalah demi sebuah keutuhan adalah anak-anak kunci dari kunci kebahagiaan yaitu, sabar dan syukur. Bahwa keberkahan sebuah perkawinan bukan di ukur dari meriahnya pesta resepsi, banyaknya mahar, atau megahnya pakaian dan hidangannya, tetapi dari niat ikhlas kita ingin melaksanakan sunnah Rasul, dari do'a restu orangtua, dari rasa syukur kita, dari sifat qonaah kita.
Ya Allah bantulah aku menjadi orang yang "sempurna' dimata suami dan anak-anakku, inginnya aku menjalani hidup yang lurus, agar kelak kami berdua bisa memandang anak-anak kami tumbuh dewasa dan lurus pula hidupnya, agar siapa pun nanti diantara kami yang terlebih dahulu pergi menjumpaiMu, di lepaskan dengan penuh cinta dan airmata ke ikhlasan, dan dengan do'a yang tiada putus-putusnya. Amien Ya Rabb.
Mengapa aku begitu mengingat hari dan tanggal tersebut, karena ada hal dalam sepenggal kisah itu yang sangat berpengaruh dalam merubah pandangan hidupku, tentang hidup dan kehidupan ini.
bahwa jodoh adalah anugrah dari sang pemberi, Allah SWT, jangan pernah kau berpikir untuk menyia-nyiakannya, apalagi mengkhianatinya. Bahwa hidup adalah bukan untuk menipu mata orang di sekitar kita, membuat mereka mengira-ngira siapa diri kita sebenarnya..alangkah nikmatnya kalau hidup itu apa adanya, tanpa topeng kepalsuan, akuilah..ini adalah kita, kita yang terlihat apa adanya, kita sebagai diri kita sendiri...bahwa janganlah kita menuntut apa yang pasangan kita tak mampu berikan, bahwa pernikahan bukanlah perkara yang gampang, gampang di ikat, mudah pula di lepaskan, bahwa selama aku melihat kehidupan pernikahan kakak tertuaku.. dapatlah ku simpulkan bahwa kebahagiaan itu datangnya dari diri kita sendiri, begitu juga dengan kesulitan.
Ternyata tidaklah mudah membangun sebuah rumah tangga yang hanya bermodalkan cinta, nekad, atau tempat perlarian semata. betapa ia butuh banyak pengertian, kepercayaan, kesetiaan, kelembutan dan ilmu agama yang mapan. Sempat takut memasuki gerbang pernikahan... karena betapa bisa di hitung dengan jari kebahagiaan yang di reguk mereka.. selebihnya hanya keluhan, tuntutan yang tak logis yang singgah dalam benakku sebagai seorang adik yang hanya bisa diam , tidak bisa menegur dengan kata-kata.
Kalaulah akhir dari sebuah perjalanan berumah tangga yang sudah di coba-dan di coba di pertahankan selama 16 tahun akhirnya kandas juga, itu bukan sesuatu yang mengejutkan buat kami, segala do'a dan usaha telah kami upayakan untuk mereka, tapi kaka selalu melemparkan jawaban bahwa jodohnya sudah habis, wallahualam, benar apa tidaknya, Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim telah menuntaskan kasih sayang yang ia tebar di muka bumi ini. Sungguh suatu pelajaran hidup yang sangat amat berharga bagi kami adik-adiknya untuk mengkaji dan memahami, bahwa sebuah perkawinan bukanlah sesuatu yang mudah untuk di pertahankan, begitu banyak yang harus di pelajari setiap hari, karakter pasangan kita yang kadang ada kejutan-kejutan, yang sebelumnya tidak pernah kita ketahui... di perlukan kesiapan mental yang luar biasa untuk menjadikan rumah tangga kita bisa bertahan di antara godaan-godaan baik dari luar maupun dari dalam diri kita.
Bagai sebuah cerita yang sudah kita ketahui akhirnya, perpisahan tidak pernah menyisakan kebahagiaan, anak-anak yang menjadi korban ke egoisan adalah korban yang terlihat pertama. sungguh ...pabila ku ingat semua itu.. hancur hatiku,remuk.. marah..tapi pada siapa? miris melihat dua keponakanku.. betapa kejam sebuah perpisahan, mengapa kalian hadirkan mereka ke dunia, kalau hanya untuk menyakiti hati mereka, kalian hancurkan harapan mereka... berat nafasku untuk mengingat semua itu... tapi peristiwa itu tak pernah bisa di delete dari memory otakku.
But life must go on. Allah maha penolong yang sebenar-benarnya penolong. Jalan hidup yang pahit dan getir mereka lalui dengan pengorbanan perasaan yang sampai kapanpun tak bisa kurasakan persis sama seperti mereka..karena alhamdulillah aku bukan anak korban perceraian. Ditahun ke 6 perpisahan mereka, di dalam kesendiriannya kakakku meninggal dunia....Ibarat sebuah cerita yang selalu berakhir dengan kesedihan... dan hanya berteman penyesalan. Kadang aku berfikir... siapa yang salah?...tak pernahkah sedikitpun ingin merubah nasib, hanya dengan mengenal Allah semuanya bisa berubah kearah yang jauh lebih baik..
Bukankah semuanya akan di mintai pertanggungjawaban di mahkamah Allah kelak... takutlah pada ancaman azab Allah, sebagaimana engkau bersemangat terhadap janji-janji Allah.
Begitu aku menganggumi sebuah keluarga yang bisa bertahan puluhan tahun, tetap rukun, akur, kompak, meski tak sering berjumpa... betapa senang aku mengadakan "wawancara kecil" kepada mereka.. dan yang paling sering kutanyakan adalah "berapa tahun sudah kalian mengarungi hidup bersama, bersama anak-anak, kemudian berdua kembali".. itulah mengapa ku tulis judul 25 tahun yang lalu. karena mungkin pada tanggal 7 April 2010 yang lalu apabila cerita nya tidak seperti yang ku uraikan di atas tadi mungkin kami sudah memberi selamat kepada perkawinan kakaku yang menginjak usia perak, tapi cerita nya tidak seperti apa yang ku khayalkan..
Itulah yang menginspirasiku untuk menulis ini, dan di awal tulisan yang ku sebutkan, bahwa ini yang akan merubah pandanganku tentang hidup dan kehidupan, betapa banyak aku belajar dari kegagalan , dari sebuah perkawinan yang begitu gamang akan tujuan. kesungguhan, mengalah demi sebuah keutuhan adalah anak-anak kunci dari kunci kebahagiaan yaitu, sabar dan syukur. Bahwa keberkahan sebuah perkawinan bukan di ukur dari meriahnya pesta resepsi, banyaknya mahar, atau megahnya pakaian dan hidangannya, tetapi dari niat ikhlas kita ingin melaksanakan sunnah Rasul, dari do'a restu orangtua, dari rasa syukur kita, dari sifat qonaah kita.
Ya Allah bantulah aku menjadi orang yang "sempurna' dimata suami dan anak-anakku, inginnya aku menjalani hidup yang lurus, agar kelak kami berdua bisa memandang anak-anak kami tumbuh dewasa dan lurus pula hidupnya, agar siapa pun nanti diantara kami yang terlebih dahulu pergi menjumpaiMu, di lepaskan dengan penuh cinta dan airmata ke ikhlasan, dan dengan do'a yang tiada putus-putusnya. Amien Ya Rabb.
Selasa, 06 April 2010
Shubuh At the Mujahiddin Mosque, Belitung Darat
Lama sekali rasanya tidak merasakan kedamaian seperti ini, memasuki masjid Mujahiddin , Belitung Darat, Banjarmasin di waktu shubuh... kalaulah takdirku shubuh itu harus sholat di sana, karena tujuan ke pasar terapung di muara kuin yang sudah lama kami rencanakan alhamdulillah terlaksana. Ingin memperkenalkan kepada anak-anak, khas dari Banjarmasin kota yang terletak di pinggir sungai, sehingga mempunyai pasar yang berada di atas air, barang dagangan yang berupa sayur-mayur, ikan, buah-buahan di bawa di atas jukung, sejenis perahu kecil, yang di kayuh perlahan sambil mencari pembeli yang juga berada di atas jukung, atau di pinggiran sungai
Kembali ku ingin menceritakan kisah sejuk damai ketika megikuti sholat shubuh berjamaah, kulihat di barisan shaf wanita... mungkin ada sekitar 15 wanita yang sholat shubuh di sana.. pandangan mereka agak heran kepadaku, karena banyak faktor , pastinya karena mereka tak pernah melihat wajahku sebelumnya, kedua..aku satu-satunya wanita yang belum termasuk kategory tua. hahaha... Ya Allah..wajah-wajah tua, yang bangun sebelum mentari terbit... dan bergegas mendapatkan pahala 27 derajat dari mu , rahmatilah mereka...
Kalaulah terbersit rasa malu, mungkin karena setelah salam..aku bergegas merapikan mukenaku, sedangkan mereka masih diam dalam khusunya do'a..tanpa di minta aku menjelaskan kepada ibu tua disampingku, bahwa aku harus buru-buru karena mau ke pasar terapung yang beroperasinya memang setelah sholat shubuh, ...sungguh rasanya tak ingin meninggalkan masjid secepat itu, rasanya masih ingin berlama-lama menikmati semilir angin shubuh yang masuk melalui pintu dan jendela masjid yang lebar....tapi suami dan anak-anak sepertinya sudah menunggu di mobil.
Betapa ada saat kita harus berjalan perlahan menikmati langkah demi langkah memasuki masjid dengan tenang, bahwa sholatlah saat yang tepat untuk terpekur untuk intropeksi diri bermuhasabbah, melihat ke dalam, bahwa inilah saat yang paling damai dan berdamai dengan hati, menyelami apa yang telah kita perbuat, kemarin, kemarin lusa, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, atau setahun yang lalu..
Saat yang tepat bila kau ingin mengadukan segala sesuatu yang membuat hatimu gundah kepada Allah SWT, saat kita bertandang ke "Rumah Allah" membincangkan apa yang memang seharusnya kita lakukan setiap hari, minimal 5 kali sehari kita "bertemu" Allah. mengapa minimal, karena, Allah memberikan kesempatan bertemu dengannya di luar jam-jam tetap, yaitu sholat-sholat sunnat.. mengapa tidak kita pergunakan waktu-waktu extra tersebut.
Kalau saya analogikan dengan perilaku kita sehari-hari, maaf kalau terkesan agak extrim... kalau kita mempunyai idola, sebut saja artis..ingin sekali rasanya kita bertemu dengan bintang pujaan kita , seboleh daya kita upayakan untuk dapat bertemu dengan nya bukan, seharusnya hal yang lebih yang harus kita lakukan untuk selalu bertemu dengan Allah, Zat yang menjamin hidup kita, maha pemberi tanpa meminta, maha kaya, tanpa perlu harta kekayaan kita, maha kasih tanpa pilih kasih...suatu perenungan yang penting bukan...
Walaupun sebenarnya Masjid bukanlah tempat yang di rekomendasikan Rasulullah SAW untuk sholatnya wanita, Sebaik-baiknya sholat wanita adalah di rumah, apabila ada bilik kecil yang tersembunyi di dalam sebuah kamar, itulah sebaik-baiknya tempat untuk sholat wanita. Apabila ingin juga ke masjid, tentunya atas ijin suami, dan sebaik-baiknya tempat wanita di masjid adalah shaf paling belakang.
Jadi apabila hati dan langkah kita ringan untuk ke masjid, mengikuti suami...tidaklah salahnya pabila kita menikmatinya dengan memuji nama Allah yang telah menciptakan kesejukan dan kedamaian di dalam rumahNya, walaupun sebenarnya kedamaian dan kesejukan yang hakiki itu datangnya dari hati yang selalu mengingat Allah, dimana saja dan kapan saja, tidak harus selalu berasal dari rumah Allah. Tapi ada tebersit di hatiku untuk kembali ke sini lagi, menikmati shubuh yang damai dari masjid ke masjid, dari rumahMu ke rumahMu semata-mata mencari RidhoMu Ya Rabb.
Kembali ku ingin menceritakan kisah sejuk damai ketika megikuti sholat shubuh berjamaah, kulihat di barisan shaf wanita... mungkin ada sekitar 15 wanita yang sholat shubuh di sana.. pandangan mereka agak heran kepadaku, karena banyak faktor , pastinya karena mereka tak pernah melihat wajahku sebelumnya, kedua..aku satu-satunya wanita yang belum termasuk kategory tua. hahaha... Ya Allah..wajah-wajah tua, yang bangun sebelum mentari terbit... dan bergegas mendapatkan pahala 27 derajat dari mu , rahmatilah mereka...
Kalaulah terbersit rasa malu, mungkin karena setelah salam..aku bergegas merapikan mukenaku, sedangkan mereka masih diam dalam khusunya do'a..tanpa di minta aku menjelaskan kepada ibu tua disampingku, bahwa aku harus buru-buru karena mau ke pasar terapung yang beroperasinya memang setelah sholat shubuh, ...sungguh rasanya tak ingin meninggalkan masjid secepat itu, rasanya masih ingin berlama-lama menikmati semilir angin shubuh yang masuk melalui pintu dan jendela masjid yang lebar....tapi suami dan anak-anak sepertinya sudah menunggu di mobil.
Betapa ada saat kita harus berjalan perlahan menikmati langkah demi langkah memasuki masjid dengan tenang, bahwa sholatlah saat yang tepat untuk terpekur untuk intropeksi diri bermuhasabbah, melihat ke dalam, bahwa inilah saat yang paling damai dan berdamai dengan hati, menyelami apa yang telah kita perbuat, kemarin, kemarin lusa, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, atau setahun yang lalu..
Saat yang tepat bila kau ingin mengadukan segala sesuatu yang membuat hatimu gundah kepada Allah SWT, saat kita bertandang ke "Rumah Allah" membincangkan apa yang memang seharusnya kita lakukan setiap hari, minimal 5 kali sehari kita "bertemu" Allah. mengapa minimal, karena, Allah memberikan kesempatan bertemu dengannya di luar jam-jam tetap, yaitu sholat-sholat sunnat.. mengapa tidak kita pergunakan waktu-waktu extra tersebut.
Kalau saya analogikan dengan perilaku kita sehari-hari, maaf kalau terkesan agak extrim... kalau kita mempunyai idola, sebut saja artis..ingin sekali rasanya kita bertemu dengan bintang pujaan kita , seboleh daya kita upayakan untuk dapat bertemu dengan nya bukan, seharusnya hal yang lebih yang harus kita lakukan untuk selalu bertemu dengan Allah, Zat yang menjamin hidup kita, maha pemberi tanpa meminta, maha kaya, tanpa perlu harta kekayaan kita, maha kasih tanpa pilih kasih...suatu perenungan yang penting bukan...
Walaupun sebenarnya Masjid bukanlah tempat yang di rekomendasikan Rasulullah SAW untuk sholatnya wanita, Sebaik-baiknya sholat wanita adalah di rumah, apabila ada bilik kecil yang tersembunyi di dalam sebuah kamar, itulah sebaik-baiknya tempat untuk sholat wanita. Apabila ingin juga ke masjid, tentunya atas ijin suami, dan sebaik-baiknya tempat wanita di masjid adalah shaf paling belakang.
Jadi apabila hati dan langkah kita ringan untuk ke masjid, mengikuti suami...tidaklah salahnya pabila kita menikmatinya dengan memuji nama Allah yang telah menciptakan kesejukan dan kedamaian di dalam rumahNya, walaupun sebenarnya kedamaian dan kesejukan yang hakiki itu datangnya dari hati yang selalu mengingat Allah, dimana saja dan kapan saja, tidak harus selalu berasal dari rumah Allah. Tapi ada tebersit di hatiku untuk kembali ke sini lagi, menikmati shubuh yang damai dari masjid ke masjid, dari rumahMu ke rumahMu semata-mata mencari RidhoMu Ya Rabb.
Jumat, 02 April 2010
Three N in your life
Sekitar 4 tahun yang lalu, akhir tahun 2005 di saat aku siap-siap berangkat haji...Abah pernah mengatakan bahwa dalam hidup ini ada 3 N, yaitu Nasab, Nasib dan Nisab. Nasab ialah karena keturunan, Nasib, karena memang ia berada pada tempat dan waktu yang sama beruntungnya atau sama buruknya, sedangkan nisab adalah karena sudah sampai waktunya/hitungannya.
Abah mengatakan, aku pergi haji karena nisab, kami pergi karena alhamdulillah uang tabungan sudah cukup, dan niat yang kuat...kalau berharap nasab, karena kita bukan keturunan orang kaya, yang berlebihan, tetapi alhamdulillah cukup, tidak kekurangan.
jadi kalau menginginkan sesuatu harus berusaha, menabung dan sabar...
Banyak diantara kita yang hidupnya karena nasab, karena moyangnya kaya raya, atau sebaliknya, banyak juga yang karena nasib, beruntung atau sebaliknya...tetapi lebih banyak yang hidup karena nisab.
Tanpa sengaja, kadang saya mengamati kehidupan orang-orang atau teman yang hidupnya karena nasab... orang tuannya kaya raya, usahanya banyak, tentunya anak-anaknya juga hidup enak..tetapi dia lupa mengajari anaknya untuk memegang tongkat estafet agar usahanya terus berjalan, sehingga pada saat dia meninggal, maka ahli warisnya hanya bisa menghabiskan apa yang di tinggalkan orang tuanya, maka pelan-pelan nasab bahwa dia keturunan orang kaya pun pelan-pelan lenyap.
Ada teman yang memang karena nasibnya baik maka beruntung lah dia, keadaan keluarganya yang biasa-biasa saja..., tapi dia di karuniai wajah yang cantik, tubuh yang ramping, maka tak heran bila banyak pemuda yang tampan serta kaya mampu menundukkan hatinya, maka nasib sang putri yang awalnya kurang beruntung berubah menjadi beruntung sekali, karena mendapatkan suami yang begitu mencintainya, dan bisa memenuhi segala kebutuhannya...hal ini yang sering membuat orang iri, namun lagi-lagi, nasib baik tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi ia pun punya batasan, apabila si empunya nasib tidak bisa mensyukurinya, merawatnya dan menjaga apa yang membuatnya bernasib baik, maka tunggulah suatu saat nasib baiknya bisa-bisa lepas dari genggamannya.
yang kelihatannya bisa bertahan lebih lama adalah nisab,karena ia memulainya dengan suatu usaha yang terlihat dengan jelas, "berkeringat", berproses, sabar dan punya tujuan yang jelas, sehingga hidupnya terprogram dan punya target..hingga pabila masanya tiba, ia akan mendapatkan apa yang di inginkannya. karena menurut dia hal itu memakan waktu yang lumayan lama, dengan perjuangan, do'a dan usaha yang tak putus-putus, maka ia akan sungguh-sungguh merawat dan menjaga puncak dari pencapaiannya itu.
Maka inti dari memelihara pencapaian hidup adalah kehati-hatian, kesadaran yang penuh dan rasa syukur yang tiada henti-hentinya. hati-hati dengan apa yang kau dapatkan, karena itu semua hanya bersifat sementara dan semua itu tidak datang seketika dari langit, kalaulah kita tidak merasakan lelahnya menunggu proses itu, berarti itu bonus dari Allah, tetapi bukan berarti kita tidak mempertahankannya dengan sungguh-sungguh, karena apa bila kita lengah, maka nikmat itu hanya sebentar singgah pada diri kita, maka dari itu dengan kesadaran yang penuh kita harus bisa memanfaatkan karunia yang kita dapatkan, dan yang utama dari semua itu adalah kepandaian kita dalam mensyukuri apa yang Allah berikan kepada kita, karena pabila kita pandai bersyukur maka Allah akan tambahkan nikmatNya kepadamu, jangan sekali-sekali kau mengingkarinya dengan ke kufuranmu, karena Allah akan kirimkan azab yang pedih untukmu, nauzubillahiminzalik, semoga kita menjadi orang-orang yang pandai bersyukur.
Sekarang lihatlah dirimu, telusuri dengan perlahan, apakah eksistensi dirimu termasuk dalam nasab, nasib ataukah nisab, apapun keberadaan diri kita, tidaklah penting, karena Allah telah meletakkan dan menggariskan hidup kita jauh sebelum kita di hadirkan di dunia ini, tapi yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita mensikapi apa yang telah Allah karuniakan kepada kita.
Abah mengatakan, aku pergi haji karena nisab, kami pergi karena alhamdulillah uang tabungan sudah cukup, dan niat yang kuat...kalau berharap nasab, karena kita bukan keturunan orang kaya, yang berlebihan, tetapi alhamdulillah cukup, tidak kekurangan.
jadi kalau menginginkan sesuatu harus berusaha, menabung dan sabar...
Banyak diantara kita yang hidupnya karena nasab, karena moyangnya kaya raya, atau sebaliknya, banyak juga yang karena nasib, beruntung atau sebaliknya...tetapi lebih banyak yang hidup karena nisab.
Tanpa sengaja, kadang saya mengamati kehidupan orang-orang atau teman yang hidupnya karena nasab... orang tuannya kaya raya, usahanya banyak, tentunya anak-anaknya juga hidup enak..tetapi dia lupa mengajari anaknya untuk memegang tongkat estafet agar usahanya terus berjalan, sehingga pada saat dia meninggal, maka ahli warisnya hanya bisa menghabiskan apa yang di tinggalkan orang tuanya, maka pelan-pelan nasab bahwa dia keturunan orang kaya pun pelan-pelan lenyap.
Ada teman yang memang karena nasibnya baik maka beruntung lah dia, keadaan keluarganya yang biasa-biasa saja..., tapi dia di karuniai wajah yang cantik, tubuh yang ramping, maka tak heran bila banyak pemuda yang tampan serta kaya mampu menundukkan hatinya, maka nasib sang putri yang awalnya kurang beruntung berubah menjadi beruntung sekali, karena mendapatkan suami yang begitu mencintainya, dan bisa memenuhi segala kebutuhannya...hal ini yang sering membuat orang iri, namun lagi-lagi, nasib baik tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi ia pun punya batasan, apabila si empunya nasib tidak bisa mensyukurinya, merawatnya dan menjaga apa yang membuatnya bernasib baik, maka tunggulah suatu saat nasib baiknya bisa-bisa lepas dari genggamannya.
yang kelihatannya bisa bertahan lebih lama adalah nisab,karena ia memulainya dengan suatu usaha yang terlihat dengan jelas, "berkeringat", berproses, sabar dan punya tujuan yang jelas, sehingga hidupnya terprogram dan punya target..hingga pabila masanya tiba, ia akan mendapatkan apa yang di inginkannya. karena menurut dia hal itu memakan waktu yang lumayan lama, dengan perjuangan, do'a dan usaha yang tak putus-putus, maka ia akan sungguh-sungguh merawat dan menjaga puncak dari pencapaiannya itu.
Maka inti dari memelihara pencapaian hidup adalah kehati-hatian, kesadaran yang penuh dan rasa syukur yang tiada henti-hentinya. hati-hati dengan apa yang kau dapatkan, karena itu semua hanya bersifat sementara dan semua itu tidak datang seketika dari langit, kalaulah kita tidak merasakan lelahnya menunggu proses itu, berarti itu bonus dari Allah, tetapi bukan berarti kita tidak mempertahankannya dengan sungguh-sungguh, karena apa bila kita lengah, maka nikmat itu hanya sebentar singgah pada diri kita, maka dari itu dengan kesadaran yang penuh kita harus bisa memanfaatkan karunia yang kita dapatkan, dan yang utama dari semua itu adalah kepandaian kita dalam mensyukuri apa yang Allah berikan kepada kita, karena pabila kita pandai bersyukur maka Allah akan tambahkan nikmatNya kepadamu, jangan sekali-sekali kau mengingkarinya dengan ke kufuranmu, karena Allah akan kirimkan azab yang pedih untukmu, nauzubillahiminzalik, semoga kita menjadi orang-orang yang pandai bersyukur.
Sekarang lihatlah dirimu, telusuri dengan perlahan, apakah eksistensi dirimu termasuk dalam nasab, nasib ataukah nisab, apapun keberadaan diri kita, tidaklah penting, karena Allah telah meletakkan dan menggariskan hidup kita jauh sebelum kita di hadirkan di dunia ini, tapi yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita mensikapi apa yang telah Allah karuniakan kepada kita.
Kamis, 01 April 2010
Am I an Angel ?
Bahwa Allah mengirimkan Akbar untukku, bukan tanpa alasan, karena Allah maha tahu dari segala yang terlihat dan tersembunyi. Allah maha tahu sikap dan sifatku..terlalu acuh pada lingkunganku...easy going, walaupun cepat terenyuh dengan penderitaan orang lain..
Pada saat menerima amanah Allah, berupa anak yang ku kandung selama 9 bulan 10 hari, ku lahirkan dan ku susui, ku besarkan, ku didik dengan kasih sayang yang tulus ikhlas. Dan pada saat Allah berkehendak lain dengan ciptaanNya, aku harus berbuat apa? berteriak marah, protes, mengembalikan amanahNya...akan sia-sia...
Begitu lamanya terasa waktu yang kulalui untuk suatu proses kesabaran, menerima keadaan, bergumul dengan perasaan yang luar biasa menderita, merasa tidak di perlakukan dengan adil oleh Allah, tapi akhirnya dan betapa sering kulakukan menangis di ujung sajadah, ingin mendekap dada Allah..berpegang kuat pada lenganNya, agar ku tak terlepas lagi..dan kembali menangis karena sakit yang di derita tak pernah berujung bahagia.
Bukan menyerah namanya, justru aku maju kemedan perang, memerangi perasaan yang berkecamuk, senjataku do'a dan usaha...keyakinanku bahwa Allah maha melihat apa yang ku kerjakan untuk melepaskan diri dari belenggu ujian maha berat ini...Allah never sleep, Allah ora sare, Allah tidak tidur..sudah ku buktikan itu...
Kalaupun Akbar tidak menjalani apa yang di jalani teman-teman sebayanya, bukan masalah bagiku, bukankah Allah menciptakan setiap makhluknya memang dengan setiap perbedaan. AllahuAkbar, Allah maha Besar, Kesulitan berasal dariNya, dan tiadalah kemudahan yang lepas dari genggamNya, Subhanallah, Maha suci engkau ya Allah dari segala yang engkau timpakan kepada kami manusia, hanyalah semata-mata ujian, tanda cintaMu pada kami.
Bahwa Akbar sekarang menjalani Home Schooling adalah atas garis takdir yang di tulis Allah, bahkan sebelum Akbar di hadirkan di muka bumi ini. Dan bahwa akbar bisa memainkan tuts piano, adalah atas rahmat Allah yang maha rahman dan rahim
Dan bahwa semua yang kulakukan adalah memang kehendak Allah SWT, karena aku dianggap Allah kuat dan mampu menjalaninya.. Dan memang terbukti, aku dan akbar masih berdiri disini..di bumi , berpijak pada kenyataan, bahwa ujian itu memang sedang kami jalani bersama.
Aku teringat kata-kata terapis akbar.. bahwa orang tua dari anak-anak autis ini adalah malaikat yang selalu berada disamping anaknya... , suatu saat apabila anak-anakmu sudah besar dan dengan caranya ia akan berterimakasih padamu , dengan lembut di tariknya tanganmu menuju cermin yang besar...kemudian ia peluk dirimu.. dan mengucapkan sesuatu yang membuat cermin itu buram karena air matamu
"MOM..THANKS FOR ALL, YOU ARE MY ANGEL"
Pada saat menerima amanah Allah, berupa anak yang ku kandung selama 9 bulan 10 hari, ku lahirkan dan ku susui, ku besarkan, ku didik dengan kasih sayang yang tulus ikhlas. Dan pada saat Allah berkehendak lain dengan ciptaanNya, aku harus berbuat apa? berteriak marah, protes, mengembalikan amanahNya...akan sia-sia...
Begitu lamanya terasa waktu yang kulalui untuk suatu proses kesabaran, menerima keadaan, bergumul dengan perasaan yang luar biasa menderita, merasa tidak di perlakukan dengan adil oleh Allah, tapi akhirnya dan betapa sering kulakukan menangis di ujung sajadah, ingin mendekap dada Allah..berpegang kuat pada lenganNya, agar ku tak terlepas lagi..dan kembali menangis karena sakit yang di derita tak pernah berujung bahagia.
Bukan menyerah namanya, justru aku maju kemedan perang, memerangi perasaan yang berkecamuk, senjataku do'a dan usaha...keyakinanku bahwa Allah maha melihat apa yang ku kerjakan untuk melepaskan diri dari belenggu ujian maha berat ini...Allah never sleep, Allah ora sare, Allah tidak tidur..sudah ku buktikan itu...
Kalaupun Akbar tidak menjalani apa yang di jalani teman-teman sebayanya, bukan masalah bagiku, bukankah Allah menciptakan setiap makhluknya memang dengan setiap perbedaan. AllahuAkbar, Allah maha Besar, Kesulitan berasal dariNya, dan tiadalah kemudahan yang lepas dari genggamNya, Subhanallah, Maha suci engkau ya Allah dari segala yang engkau timpakan kepada kami manusia, hanyalah semata-mata ujian, tanda cintaMu pada kami.
Bahwa Akbar sekarang menjalani Home Schooling adalah atas garis takdir yang di tulis Allah, bahkan sebelum Akbar di hadirkan di muka bumi ini. Dan bahwa akbar bisa memainkan tuts piano, adalah atas rahmat Allah yang maha rahman dan rahim
Dan bahwa semua yang kulakukan adalah memang kehendak Allah SWT, karena aku dianggap Allah kuat dan mampu menjalaninya.. Dan memang terbukti, aku dan akbar masih berdiri disini..di bumi , berpijak pada kenyataan, bahwa ujian itu memang sedang kami jalani bersama.
Aku teringat kata-kata terapis akbar.. bahwa orang tua dari anak-anak autis ini adalah malaikat yang selalu berada disamping anaknya... , suatu saat apabila anak-anakmu sudah besar dan dengan caranya ia akan berterimakasih padamu , dengan lembut di tariknya tanganmu menuju cermin yang besar...kemudian ia peluk dirimu.. dan mengucapkan sesuatu yang membuat cermin itu buram karena air matamu
"MOM..THANKS FOR ALL, YOU ARE MY ANGEL"
Langganan:
Postingan (Atom)